Cinemags
  • Trending
  • Reviews
  • Movie News
  • TV News
  • Interview
  • Lainnya
    • Show Case
    • Komik
    • Shop
No Result
View All Result
Cinemags
  • Trending
  • Reviews
  • Movie News
  • TV News
  • Interview
  • Lainnya
    • Show Case
    • Komik
    • Shop
No Result
View All Result
Cinemags
No Result
View All Result

Review Film Last Night in Soho

by Paulus Ladiarsa
November 3, 2021
in Articles, Barat, Drama, Featured, Horor, Kriminal, Movie Articles, Movies, Reviews, Thriller
Reading Time: 3 mins read
A A
0
film last night in soho
Share on FacebookShare on Twitter

Setelah pertama kalinya mengambil unsur horor untuk bumbu utama film aksi komedinya dalam film cult klasik Shaun of the Dead, Edgar Wright menyajikan film teror psikopat seutuhnya yang kali ini ia padukan dengan ode terhadap gaya era London 1960an di Last Night in Soho (baca juga lima alasan untuk menonton film ini di sini). Tidak ketinggalan signature stylenya, Wright mengulang kembali formula andalannya: memaksimalkan musik untuk efek narasi dan pembangunan atmosfer filmnya, sebagaimana yang sudah ia terapkan secara brilian di Baby Driver.

Film Last Night in Soho berpusat pada sosok gadis muda bernama Eloise Turner (Thomasin McKenzie) yang demi mengejar cita-cita sebagai desainer fesyen ternama, pindah ke London untuk belajar di sekolah mode di sana. Awalnya tinggal di asrama, Eloise yang tidak tahan dengan rekan sekamarnya, memutuskan tinggal sendiri.

Di tempat tinggal barunya inilah semuanya bermula. Tiap malam, ia mulai bermimpi tentang momen-momen dari era 1960-an, khususnya menjalani pengalaman seorang gadis penyanyi wannabe bernama Sandie (Anya Taylor-Joy), yang memberikan pengaruh besar pada kehidupan sehari-harinya. Namun, seiring waktu mimpi Eloise tentang masa lalu yang indah mulai berubah menjadi mimpi buruk yang traumatis.

Pertama dan terpenting, Edgar Wright membawa visi unik ke Last Night in Soho. Film ini penuh dengan pembangunan detail environment yang memukau dan penceritaan mencekam yang akan menyerap Anda ke dalam pengalamannya semudah Eloise terpesona dan terpikat oleh fantasinya. Wright secara efektif menumbangkan dan merekonstruksi tidak hanya genre horor psikologis, tetapi juga filmografinya sendiri, dengan cara yang menarik. Premisnya sendiri, secara garis besar sejatinya terbilang usang, namun ditebus dengan desain teknis dan visualnya yang luar biasa.

 

film last night in soho

Dibandingkan dengan karya-karya Wright sebelumnya, arahan terbarunya ini punya kemasan kisah yang lebih kelam dan dramatis. Jadi, sebaiknya jangan terlalu berharap film ini akan punya formula kisah yang mirip dengan film-film Wright sebelumnya.

Kontras dengan Baby Driver yang langsung tancap gas dengan oktan tinggi dengan beat yang mengentak dan terbilang konstan dari awal sampai akhir, kali ini Wright mengambil pola yang berbeda. Di sini, gaya filmnya begitu halus sehingga benar-benar menghipnotis untuk ditonton dari awal hingga akhir, dengan pilihan colour palette warna-warna cerah yang menciptakan atmosfer luar biasa, berpadu apik dengan musik dan banyak versi “Downtown” yang menghantui. Namun, khas film thriller, tonenya berangsur-angsur berubah kelam seiring skala konfliknya yang pelan tapi pasti merangkak naik, hingga akhir babak klimaksnya.

 

film last night in soho

Secara keseluruhan, ini adalah film yang secara impresif dan efektif sangat menarik. Ditambah, ditunjang performa jajaran pemain kuncinya yang mampu menerjemahkan dengan baik porsi peran masing-masing, khususnya duo ujungtombak utama McKenzie dan Taylor-Joy, makin menambah kualitas sajiannya.

Kepekaan dan hasrat Wright untuk semua hal glamor musik, mode, dan film ditangkap dengan luar biasa di setiap elemen film ini. Last Night in Soho memadukan pengeditan Baby Driver yang apik dan presisi dengan energi kacau, karakter penuh warna, dan keunikan Scott Pilgrim vs. The World.

film last night in soho

Sekaligus horor, komedi, thriller, misteri, romansa, dan kisah masa lalu-masa depan, setiap perkembangan dan pilihan lagu-lagunya bekerja untuk membentuk mosaik yang saling melengkapi dan pengalaman sinematik memukau. Wright di sini tidak ubahnya seorang pesulap ulung berteknik tinggi yang masih mampu mengundang decak kagum meski hanya memainkan trip sulap usang sederhana.

Plus-minus Last Night in Soho adalah mudah dilihat bahwa tidak seperti halnya Baby Driver, film ini akan ada di persimpangan antara akan banyak disukai atau justru dibenci khalayak film tanpa mudah dipastikan kubu mana yang benar dan itulah alasan yang membuat penulis justru sangat menyukainya, yakni bahwa film ini bukan difungsikan untuk semua orang. Last Night in Soho adalah pengalaman sinematik yang lengkap sehingga meski Anda mungkin dapat menebak kejutannya namun masih bakal terpesona olehnya.

Film Last Night in Soho bisa disaksikan di bioskop mulai 3 November 2021

Tags: Anya Taylor-JoyEdgar WrightFilm bioskop 2021Thomasin McKenzie
Previous Post

20 Tahun Harry Potter Movie Magic di Cartoon Network dan HBO GO

Next Post

NOICE Live, Fitur Live Audio Buatan Indonesia

Related Posts

Saw XI
Barat

Blumhouse Ambil Alih Franchise ‘Saw’, Jigsaw Siap Kembali dengan Lebih Sadis

20/06/2025
Godzilla Minus One
Action

Sekuel Godzilla Minus One Siap Masuki Tahap Produksi

20/06/2025
Proyek Film Thriller Besutan Kathryn Bigelow Ungkap Judul dan Tanggal Tayang
Action

Proyek Film Thriller Besutan Kathryn Bigelow Ungkap Judul dan Tanggal Tayang

20/06/2025
Dragon’s Lair
Action

Ryan Reynolds Siap Beraksi di Film Live-Action “Dragon’s Lair” yang Akan Disutradarai James Bobin

20/06/2025
Next Post
NOICE live cinemags

NOICE Live, Fitur Live Audio Buatan Indonesia

Popular 24 Hours

    Cinemags

    © 2021 - 2025 Cinemags

    Information

    • Advertise
    • Privacy Policy
    • Contact Us

    Follow Us

    No Result
    View All Result
    • Trending
    • Reviews
    • Movie News
    • TV News
    • Interview
    • Lainnya
      • Show Case
      • Komik
      • Shop

    © 2021 - 2025 Cinemags